Jika Ramadhan kita jadikan ajang panen pahala semata, maka sungguh satu bulan saja tak akan pernah cukup bagi kita. Sebelas bulan lainnya diri kita pastilah tersapa dosa. Sedikit demi sedikit tanpa kita sadari, dosa itu membebani punggung kita. Dan kita pun tak pernah bisa mengkalkulasi sepenuhnya, apakah amal ramadhan kita sukses melibas semua dosa, ataukah hanya mengurangi beban dosa ?, atau jangan-jangan hanya sebatas lapar dahaga saja ? Bahkan para sahabat pun perlu enam bulan untuk memastikan amaliyah ramadhan mereka tak sia-sia dan diterima oleh Allah SWT. Diriwayatkan bagaimana kondisi para sahabat selepas ramadhan :
Ùƒَانُوا ÙŠَدْعُÙˆْÙ†َ اللهَ سِتَّØ©َ Ø£َØ´ْÙ‡ُرٍ Ø£َÙ†ْ ÙŠَبْÙ„ُغَÙ‡ُÙ…ْ Ø´َÙ‡ْرَ رَÙ…َضَانَ Ø«ُÙ…َّ ÙŠَدْعُÙˆْÙ†َ اللهَ سِتَّØ©َ Ø£َØ´ْÙ‡ُرٍ Ø£َÙ†ْ ÙŠَتَÙ‚َبَّÙ„َÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْÙ‡ُÙ…ْ”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 232).
Karenanya, amal kita harus terus berlanjut karena kita tak pernah tahu sampai kapan amal kita membuat posisi kita aman menjangkau surga.

Jika ramadhan kita jadikan ajang pengampunan dosa, maka sungguh ampunan Allah SWT sepanjang masa dijanjikan kepada kita. Ada sepertiga malam yang penuh pengampunan bagi mereka yang terjaga dari tidurnya untuk kemudian meletakkan dahinya, sujud tersungkur sepenuh pengharapan. Ada juga sayyidul istighfar yang jika tulus terlantunkan akan membuat tiket surga ada dihadapan insya Allah. Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum petang hari, maka dia termasuk penduduk syurga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka dia termasuk penduduk syurga.” (HR. Al-Bukhari ). Karenanya, janji ampunan akan senantiasa ada karena kemuliaan Ar-Rahmaan terhadap hamba-Nya. Kita hanya perlu menguatkan komitmen untuk setia menyadari penuh dosa dan meminta ampunan-Nya.

Jika ramadhan kita jadikan perlombaan ragam macam ibadah semata, maka Allah SWT yang kita sembah pada bulan Ramadhan ini, juga Tuhan yang sama kita sembah pada sebelas bulan berikutnya. Begitulah seluruh rangkaian ibadah yang kita nikmati di bulan mulia ini, sungguh terbuka peluang untuk menjalankannya di bulan lainnya. Puasa menahan lapar dahaga, adalah sunnah yang terbuka untuk kita jalankan setiap senin dan kamis setiap pekannya. Tarawih yang berarti sholat malam, adalah madrasah kemuliaan harian bagi para pemburu kebahagiaan hakiki. Begitu pula infak dan sedekah kita, sepanjang tahun tetap dibutuhkan saudara kita kaum miskin dan papa. Karenanya, amal ini akan terus berlanjut karena Ramadhan bukanlah tembok pembatasnya.

Lalu, apa yang kita ambil dari Ramadhan, kita jadikan Ramadhan sebagai apa ?

Jadikan ramadhan sebagai madrasah pembentuk karakter dan mental takwa. Sungguh Ia adalah training tahunan yang tak pernah tergantikan dan tak akan kita dapatkan di bulan selainnya. Tempaan tiga puluh hari dalam nuansa ibadah dan ruhiyah adalah sesuatu yang mahal harganya dan hanya akan kembali lagi setelah sebelas bulan perpisahan. Ramadhan adalah pelatihan tahunan yang harus menghasilkan muslim yang berbeda dari sebelumnya. Setelah Ramadhan harus lebih baik dari sebelum Ramadhan. Wahai jiwa yang ditempa oleh amaliyah ramadhan, bukankah seharusnya lebih ringan kita melangkah di bulan lainnya, karena jiwa dan fisik ini telah tertempa sedemikian rupa di sepanjang bulan mulia ini ?

Masih ingatkah bangun kita di sepertiga malam, menundukkan nyamannya tidur dan melempar mimpi kita untuk sejenak menutup malam dengan rekaat witir dan doa pengampunan ? Lalu kita sempurnakan ikhtiar puasa kita dengan menikmati hidangan sahur yang penuh barokah. Masih ingatkah tiga puluh hari kita ditempa untuk berlapar dahaga ditengah aktifitas yang justru semakin padat ? Kita pun mengerjakan banyak hal, justru di saat fisik kita terlunta-lunta di terik siang panas. Namun kita bisa menjalankannya dengan sepenuh hati, nyaris tanpa keluh kesah menodai lisan kita ?.

Masih ingatkah kita, betapa punggung dan kaki kita tak jenuh menyucikan Allah SWT melalui gerakan tarawih kita, hampir di setiap malam-malam ramadhan kita ? Sungguh bukan hanya janji pengampunan yang kita dapatkan, tapi lebih dari itu semangat kuat terpatri untuk tetap setia dan terjaga mensyiarkan sunnah agama mulia ini.

Inilah hakikat Ramadhan sesungguhnya, bukan sekedar ajang panen pahala dan penggugur dosa-dosa, tapi ia adalah madrasah tahunan yang berharga. Sungguh Ramadhan tak akan pernah ingkar janji, ia selalu menghasilkan sosok-sosok baru, meluluskan alumni-alumni baru, yang akan menghiasi hari-harinya sepanjang tahun dengan semangat menebar kebaikan. Sosok-sosok itu adalah saya dan Anda. Mari buktikan bahwa diri kita pernah menjalani tempaan Ramadhan yang berharga. Saatnya pendekar Ramadhan menebar kebaikan !